Kamis, 05 Mei 2011

EMPIRISME DAVID HUME


EMPIRISME DAVID HUME
MAKALAH INI DI BUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
FILSAFAT UMUM

logo

NAMA : MUHAMMAD NUR FADHLI
NIM : 10410088
2 – PAI – 5
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011



KATA PENGANTAR


Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT.Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah EMPIRISME DAVID HUME dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 12 April 2011
                                                                                    Penyusun


Muhammad Nur Fadhli
BAB 1 PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Filsafat pada zaman modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum agamawan di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun landasan pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes menawarkan sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan yang dikembangkan Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalIsme karena alur pikir yang dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal) manusia. Sebagai reaksi dari pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul para filosof yang berkembang kemudian yang bertolak belakang dengan Descartes yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman. Mereka inilah yang disebut sebagai kaum empirisme. Di antaranya yaitu John Locke, Thomas Hobbes, George Barkeley, dan David Hume.

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan pengalaman. Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.



B.RUMUSAN MASALAH
1. Perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme
2. Pengertian Empirisme
3. Ciri Pokok Empirisme
4. Empirismemenurut David Hume

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum
2. Menjawab rumusan masalah yang ada
3. Sebagai sarana menambah wawasan bagi mahasiswa


BAB 2 PEMBAHASAN
1. Perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme
            Rene Descrates mengembangkan teori pengetahuan yang berdasar pada pemikiran rasio (akal). Menurut dia sumber utama pengetahuan berasal dari rasio (akal),bukan dari sumber yang lain.Rasionalisme merupakan doktrin filsafat yang alur pikirnya bermuara pada rasio (akal) dalam memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangannya muncul para filosof yang menentang teori Rasionalisme. Teori yang muncul kemudian, bertolak belakang  dengan Rasionalisme. Teori pengetahuan ini lebih menekankan pada pengetahuan yang berdasarkan segi pengalaman.
Dari perbedaan secara global dapat kita kaji bahwa perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme terletak pada teori pengetahuan itu berasal dari mana.

2. Pengertian empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.Istilah empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan pengalaman.Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah ketika dilahirkan.

3.Ciri Pokok Empirisme
Paham empirisme ini mempunyai ciri-ciri pokok. Di antara ciri-ciri pokok empirisme yaitu:
A. Teori tentang makna
Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad pertengahan, teori ini diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya “An Essay Concerning Human Understanding” yang dikeluarkan tatkala ia menentang ajaran ide bawaan (Innate Idea) kepada orang-orang rasional. Jiwa (Mind) itu tatkala dilahirkan keadaannya kosong laksana kertas putih yang belum ada tulisan di atasnya dan setiap ide yang diperolehnya mestinya datang melalui pengalaman, yang dimaksud di sini adalah pengalaman inderawi.
Hume mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya “Treatise of Human Nature (1793)” dengan cara membedakan antara ide dan kesan. Semua ide yang kita miliki itu datang dengan kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion dan emosi.

B. Teori pengetahuan
Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional.Empirisme menolak hal demikian karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran kebenaran yang diperoleh lewat observasi, jadi ia kebenaran a posteriori.

4.Empirisme menurut David Hume
Pada awalnya teori Empirisme dicetuskan oleh John Locke, Locke memandang bahwa setiap manusia dilahirkan bagaikan selembar kertas bersih.Pemikiran Locke ini diteruskan dan ditentang oleh David Hume.Hume merupakan puncak aliran empirisme[1].Hume mengusulkan kita agar kita kembali kepada pengalaman spontan menyangkut dunia[2].Hume tidak ingin kita terus-terusan dibelenggu oleh konsepsi tentang dunia.Kita sering membicarakan hal-hal yang berasal dari perenungan dan kehilangan kenyataannya dalam realitas.Kita telah terbiasandengan semua itu, dan tidak merasanperlu untuk menelitinya. Maka Hume menawarkan hal yang lain. Ia ingin tahu bagaimana seorang anak menjalani pengalamannya didunia, tanpa menambahkan sesuatu pada sesuatu yang dialaminya. Karena seorang anak belum menjadi budak harapan dan kebiasaan, jadi pikirannya sangat terbuka pada pengalaman.
Dalam hidup kita dewasa ini, kita sering mengharapkan sesuatu hal yang berbeda dari yang kita alami.Misalnya seringkali menyebut-nyebut kata malaikat yaitu sosok manusia dengan sayap.Dari manakah kata itu berasal?Hume menyatakan bahwa itu adalah gagasan yang rumit dan tidak bertanggung jawab.

A.    Prinsip Prioritas Kesan-Kesan ( the principle of the priority of impressions)
Hume mengajak kita untuk mengalami realitas memulai relasinya dengan realitas melalui persepsi.Persepsi adalah gambaran inderawi atas bentuk luar dari objek-objek.
Menurut hume manusia memiliki dua jenis persepsi, yaitu kesan (impressions) dan gagasan (ideas). Kesan dimaksudkan sebagai penginderaan langsung atas realitas lahiriah, dan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan. Contohnya apabila tangan kita terbakar kita akan mendapatkan kesan panas dengan segera. Dan setelah itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan panas, ingatan inilah yang disebut gagasan. Dengan kata lain kesanlah yang membuat kita mengenal realitas. Sedang gagasan adalah tiruan samar-samar dari kesan.
Hume mengemukakan bahwa kesan maupun gagasan dapat sederhana(tunggal) bisa juga rumit(majemuk)[3].Sebuah gagasan merupakan perpanjangan dari kesan. Misalnya gagasan tunggal berasal dari kesan tunggal. Misalnya gagasan mengenai api, berasal dari kesan indera terhadap api. Sedang gagasan majemuk berasal dari kumpulan kesan majemuk.
Selanjutnya dalam menyingkirkan istilah-istilah kosong, Hume mununjukkan suatu cara pembersih reduktif, artinya meneliti ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan, sejauh mana ide itu dapat di pertanggung jawabkan. Apakah ide kompleks itu dapat dikembalikan pada ide sederhana yang membentuknya[4].Jika suatu istilah tidak terbukti menyajikan ide yang dapat dianalisa menjadi ide sederhana, maka istilah tersebut tidak mempunyai arti.

B.     Kesan Sensasi dan Kesan Refleksi
Kita memiliki kesan dan gagasan, kesan-kesan itu dibagi Hume menjadi:
Kesan sensasi dan kesan refleksi.Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab musababnya[5]. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat adalah meja. Sedangkan kesan refleksi merupakan kesan hasil dari gagasan. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja dari besi): itu meja besi. (kita bisa menentukan itu meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena kita sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
C.     Ruang dan Waktu
Gagasan abstrak menurut Hume berasal dari gagasan particular yang digabung dalam suatu gagasan dengan arti yang bersifat umum.Gagasan mengenai waktu berasal dari urutan kesan terhadap suatu hal. Misalnya kita melihat buah mangga jatuh dari pohon: pada asalnya di dahan, di tengah-tengah, lalu ia berada di atas tanah. Pada saat itu kita melihat ada urutan kesan mengenai buah mangga : pada mulanya, dan kemudian ada di tanah.Pada saat itulah gagasan mengenai waktu terbentuk dalam imajinasi kita.
Gagasan mengenai ruang berkaitan dengan keluasan (ukuran).Ide ruang dihasilkan oleh indera penglihatan dan penyentuh. Ketika kamu melihat mangga jatuh ,dibawah pohon sana, kesan kamu mengatakan bahwa mangga itu ada disana. Lalu kamu menyentuhnya dan memastikan bahwa mangga itu benar-benar ada.Pada saat itulah imajinasi kita menemukan gagasan mengenai ada disana, itulah ruang.

Lewat semua teori di atas Hume menentang semua pemikiran dan gagasan yang tidak dapat dilacak kaitannya dengan persepsi indera.Dia ingin menghapuskan seluruh omong kosong tak bermakna yang telah lama mendominasi pemikiran metafisika[6].
Bagaimana cara yang digunakan Hume ?
1.      Jika kita menerima suatu gagasan. Kita harus memberikan pertanyaan pengujian.
a.       Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
b.      Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
c.       Gagasan itu berasal dari kesan apa?
2.      Hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada, maka iabisa dipercayai keberadaannya[7].

Bagaimanakah Hume menanggapi gagasan mengenai substansi, ego, dan teori hume mengenai kausalitas.
A.    Gagasan mengenai Substansi
Substansi adalah gagasan utama dari Aristoteles.Lawan substansi adalah aksidensi[8]. Relasi / hubungan substansi dan aksidensi adalah sebagai berikut :
Substansi merupakan sesuatu yang mendasari suatu hal, sedang aksidensi adalah suatu yang menampakkan diri.Aksidensi dapat berubah tanpa mengakibatkan perubahan substansi.Substansi dapat dikatakan sebagai suatu yang mendasari aksidensi. Atau dengan kata lain substansi adalah suatu yang tetap yang mendasari yang berubah-ubah.
Misalnya, meja adalah tetap meskipun terbuat dari kayu atau besi.Kayu dan besi adalah aksiden, sedang meja adalah substansi.
Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Berarti substansi merupakan gagasan majemuk.
Gagasan tersebut berdiri atas kesan apa?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Sesuatu yang tetap contohnya meja, sesuatu yang berubah-ubah contohnya kayu dan besi.Sesuatu yang tetap itu menurut Aristoteles bisa disimpulkan dari pengamatan kita terhadap sesuatu yang berubah-ubah. Artinya, gagasan tentang meja disimpulkan dari pengamatan kita terhadap: meja kayu dan meja besi. Walaupun terbuat dari bahan yang berbeda tetap dapat disebut meja.sesuatu yang tetap itu disebut substansi.
Dari uraian Aristotelaes itu, kit adapt simpulkan bahwa yang ditangkap indera sebenarnya adalah sesuatu yang berubah-ubah itu, sedangkan sesuatu yang tetap tidak pernah ditangkap oleh indera. Artinya kesan terhadap substansi tidak pernah ada.
Dengan demikian substansi tidak pernah ada.sibstansi merupakan gagasan yang tidak bertanggung jawab[9].
B.     Gagasan mengenai ego
Pembicaraan ego bias dimulai dari pernyataan Descartes “saya berpikir, maka saya ada”[10]. Menurut Descartes saya itulah yang dimaksud ego.Substansi yang tetap ada dalam tibuh manusia di mana pun dan kapan pun, ego dianggap sebagai penggerak sekuruh aktivitas manusia.Ego itu secara mutlak adalah saya yang berpikir.
Apakah ego gagasan particular atau majemuk ?
Saya tidak serta merta berpikir, kadang-kadang saya juga melihat,saya juga mendengar dan lain-lain. Dengan demikian saya adalah gagasan majemuk.
Ego berdiri atas kesan apa ?
Jika ego merupakan gagasan tunggal seperti yang dikatakan Descartes, semuanya tidak pernah kita rasakan.Kesimpulannya, ego yang digagas Descartes itu tidak terbukti dalam pengalaman.Hume mengatakan ego sejenis itu tidak pernah ada. Omong kosong!

C.Teori Hume Tentang Pengalaman dan Kausalitas (Sebab-Akibat)
Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecah menjadi dua kategori yakni kesan dan ide.Hume mengatakan bahwa istilah kesan (impression) menunjuk kepada semua persepsi kita yang lebih hidup ketika mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki.Kesan berbeda dari ide, bukan di dalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat, yang dengannya keduanya menyentuh kita. Di sisi lain, ide adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan, yang terakhir ini sering melibatkan kemampuan imajinasi kita yang memberi produk ide, yang mungkin kita memiliki kaitan langsung di dalam wilayah kesan. Meskipun demikian, semua ide dasarnya berasal dari kesan.
Hume menguraikan dan menjelaskan hubungan antara kesan dan ide dengan menyatakan bahwa keduanya dipandang dari segi simplisitas atau kompleksitasnya, dapat dibagi menjadi dua kategori.Sebuah kesan yang kompleks tersusun atas kesan-kesan yang simpel.Selain itu, setiap ide yang simple berasal dari kesan tunggal yang berhubungan secara langsung. Di sisi lain, sebuah ide kompleks tidak perlu berasal dari sebuah kesan kompleks. Sebaliknya, ide-ide kompleks dapat dikembangkan dari variasi kesan simpel atau kompleks, atau ide-ide kompleks itu dapat disusun dari ide-ide simple.Dalam penyelidikan Hume, ternyata banyak ide yang kompleks yang tidak memiliki kesan yang berhubungan dengan ide itu.Banyak pula kesan yang kompleks yang tidak direkam dalam ide kita.kita tidak dapat menggambarkan suatu kota yang belum pernah saya lihat. Akan tetapi saya pernah melihat kota Paris, namun kita harus mengatakan kita tidak sanggup membentuk ide tentang kota Paris yang lengkap dengan gedung-gedung, jalan dan lain-lain lengkap dengan ukuran masing-masing. Untuk mengetahui apakah sesuatu yang kita sangka pengetahuan adalah benar-benar pengetahuan, kita harus mengurai ide yang kompleks menjadi ide-ide yang sederhana dan kemudian menemukan kesan yang merupakan basis ide tersebut.Bila kita mengatakan kita melihat sebuah “apel”, kita menganalisis pengalaman kita.Ide kita adalah ada sebuah apel ditentukan oleh penglihatan kita pada warna merah, bentuk bulat, rasa apel, dan seterusnya.
Selanjutnya, Hume sangat tertarik pada relasi sebab dan akibat karena semua pertimbangan yang berkenaan dengan masalah fakta tampak didasarkan pada relasi sebab dan akibat.Dengan sarana relasi itu, kita dapat melampaui bukti dari memori dan indera kita. Hume menegaskan bahwa ketika kita berpikir tentang relasi sebab dan akibat antara dua hal atau lebih, maka biasanya kita memaksudkannya dengan arti bahwa yang satu, secara langsung atau tidak langsung bersebelahan dengan yang lain, dan bahwa yang satu, yang kita beri tanda sebagai sebab adalah dalam beberapa hal, secara temporer mendahului yang lain. Bagaimanapun, kondisi-kondisi ini tampak tidak mencukupi bagi munculnya sebuah relasi sebab dan akibat.Karena dapat dipahami bahwa X dapat bersebelahan dengan dan secara temporer sebelum Y tanpa menjadi sebab dari Y, maka diperlukan sesuatu yang lebih. Hume beranggapan bahwa kita menambahkan sebuah ide jika ada hubungan tetap (necessary connection) antara X dan Y di dalam situasi di mana X dikatakan sebab dari Y. Tanpa tambahan ide bahwa setiap peristiwa atau hal pasti memiliki suatu sebab yang menghasilkannya secara pasti, maka pemahaman biasa tentang relasi sebab dan akibat tidak akan muncul. Dengan demikian, jika suatu gejala tertentu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita cenderung kepada pikiran bahwa gejala yang satu disebabkan oleh gejala yang sebelumnya.Misalnya batu yang disinari matahari selalu panas.Kita menyimpulkan batu menjadi panas karena disinari matahari.Tetapi kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman.Pengalaman hanya memberikan urutan gejala-gejala, tetapi tidak memperlihatkan urutan sebab-akibat.
Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab-akibat. Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan terjadi seperti, api membuat api mendidih. Padahal dalam api tidak dapat diamati adanya daya aktif yang mendidihkan air. Jadi daya aktif yang disebut hukum kausalitas itu bukanlah yang dapat diamati, bukan hal yang dapat dilihat dengan mata sebagai benda yang berada dalam air yang direbus. Dengan demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu. Menurut Hume, pengalamanlah yang memberi informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai waktu dan tempat. Roti yang telah saya makan, kata Hume, mengenyangkan saya, artinya bahwa tubuh dengan bahan ini dan pada waktu itu memiliki rahasia kekuatan untuk mengenyangkan. Namun, roti tersebut belum tentu bisa menjadi jaminan yang pasti pada waktu yang akan datang karena roti itu unsurnya telah berubah karena tercemar dan kena polusi dan situasipun tidak sama lagi dengan makan roti yang pertama. Jadi, pengalaman adalah sumber informasi bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya kemungkinan belaka bukan kepastian.
BAB 3 KESIMPULAN
            David Hume adalah seorang skeptis, ia menolak segala keyakinan rasional. Baginya pengetahuan berasal dari pengalaman.Empirisme pada masa David Hume mengalami puncaknya.Sumbangan Hume bagi pertumbuhan filsafat adalah pandangannya mengenai gagasan tunggal dan gagasan majemuk.Menurut Hume gagasan tunggal tersusun atas kesan-kesan tunggal, sedangkan gagasan majemuk tersusun atas kesan-kesan majemuk. Selain itu dalam menerima suatu gagasan menurut Hume kita harus memberikan pertanyaan pengujian :
a.       Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
b.      Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
c.       Gagasan itu berasal dari kesan apa?
Selanjutnya hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada, maka ia bisa dipercayai keberadaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur,1984.
Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.
Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan paratokohnya.Rajawali Pers: Jakarta,1987.
Titus, Harold H., 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Russel,Bertrand.Sejarah Filsafat Barat.Pustaka Pelajar:Yogyakarta,2003.





           







           














[1] Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur,1984. Hal 81.
[2] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.hal 337
[3]Ibid.hal 338.
[4] Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan para tokohnya.Rajawali Pers: Jakarta,1987.hal 27.
[5]Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.hal 340.
[6]Ibid.hal 344.
[7]Ibid.hal 354.
[8]Ibid.hal 344.
[9] Ibid.hal 346-347.
[10]Ibid.hal 347.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar