Sabtu, 07 Mei 2011

Peran Pendidikan Islam dalam Mewujudkan kedamaian Umat Beragama


Peran Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Kedamaian Umat Beragama
Pendidikan Pesantren berperan penting terhadap kedamaian antar umat beragama. Pendidikan pesantren dapat dijadikan untuk menangkal semua masalah-masalah umat beragama yang terjadi belakangan ini,  seperti masalah kerusuhan di Temanggung, Jabar, terorisme di mana-mana, dan masalah cuci otak NII. Menurut Guru Besar dari Arizona University Mark Word Ward masalah cuci otak NII dan garis keras yang lain sasarannya adalah masyarakat yang belum mempunyai Pendidikan Agama yang luas. Hal ini karena dotkrin berupa pengertian agama yang bersifat eclusif dan dalil yang digunakan masih sangat sederhana dan keliru. Menurutnya, vaksin dari semua masalah cuci otak tersebut adalah pendidikan pesantren. Di pesantren masyarakat dapat memahami islam secara kaffah (menyeluruh), luas, dan mendalam. Tetapi dalam memilih Pendidikan Pesantren masyarakat harus selektif karena banyak juga masalah cuci otak dan yang lainnya juga tumbuh subur di pesantren, bahkan masalah terorisme juga ada yang berlatar belakang Pondok Pesantren.
Pendidikan Islam juga tidak hanya didapat dari Pendidikan Pesantren tetapi juga di dapat dari sekolah2 umum melalui Pendidikan Agama dan Karakter. Selain itu rekonstruksi agama berbasis toleransi juga perlu dilakukan. Kenapa ? Indonesia adalah Negara majemuk dengan bermacam-macam agama, suku, ras, etnis, dll. Sikap saling menghargai, menghormati, dan menghargai antar agama, suku, ras, etnis, dll sangat penting dalam mewujudkan perdamaian.
Menurut Zuhairi Musari, peran pendidikan keagamaan dalam mewujudkan kedamaian umat beragama adalah :
1. rekonstruksi sejarah keagamaan yang dapat menginspirasi toleransi
2. rekonstruksi tafsir keagamaan yang toleran sebagai anti tessa terhadap tafsir_tafsir keagamaan
3. rekonstruksi sikap keagamaan yang membangun harmoni dan gotong royong ditengah kebhinekaan
4. rekonstruksi paham keagamaan yang mengedepankan dimensi kemanusiaan 
Sumber : seminar nasional pendidikan dengan tema “peran pendidikan agama dalam mewujudka kedamaian umat beragama” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta BEM f Trbiyah dan Keguruan. Pembicara :
-Mark Word Ward, guru besar arizona university
-Prof Dr Munir Mulkan, dosen fakultas tarbiyah
-Zuhairi Musari, intelektual muslim  




Kamis, 05 Mei 2011

ARTI LAMBANG


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiric1FQvC_p-yb5kqCoEQ2ldnnY_b8p6ZDCjKQWMVb40aZiepsMGuPHhwGsDP4VYZLONpCXh622wBm1vEHX8f1_GLw3uc8IeDNtSDJSMKaE8p8GUXhyuS_GyYvgMo9fhhOR7-Dx9SyHf0/s400/cs+copy.pngberikut ini adalah arti dan makna logo Institut Seni bela Diri Silat "Cipta Sejati. karena memiliki kandungan makna maka diminta kepada teman-teman untuk tidak merubah logo yang syah ini, kalau pun ada midifikasi mohon kiranya tidak meninggalkan ketentuan2 yang ditetapkan pada lambang/logo ini

Arti LAMBANG
•BINTANG LIMA melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
•RANTAI melambangkan persaudaraan
•CAKRA melambangkan senjata bela diri
•SEGI LIMA melambangkan Pancasila
•TANGAN melambangkan kesungguhan hati dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
•SABUK MERAH PUTIH melambangkan Nasionalisme
•LINGKARAN melambangkan suatu wadah dalam hal ini adalah Institutt Seni Bela Diri Silat “CIPTA SEJATI”

Arti WARNA
•BIRU melambangkan perdamaian
•KUNING melambangkan cita-cita
•PUTIH melambangkan Kesucian
•MERAH melambangkan Keberanian
•HITAM melambangkan Kejujuran
•UNGU melambangkan Cinta Kasih

Makna Lambang Dan Warna Logo Secara Keseluruan :
Dengan rahmad Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh cita-cita suci yang luhur serta kejujuran, kita harus berani membela kebenaran demi mewujudkan perdamaian yang dilandasi persatuan, persaudaraan dan semangat nasionalisme serta sanggup menggembangkan kemampuan yang dimiliki dimana kemampuan itu berasal dari jiwa dan semangat yang bersumber dari dalam / sriritual.

BAIK BURUK


BAIK DAN BURUK
MAKALAH INI DI BUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH AKHLAK

logo

NAMA : MUHAMMAD NUR FADHLI
NIM : 10410088
1 – PAI – 5
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011






KATA PENGANTAR


Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah BAIK DAN BURUK  dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.


Yogyakarta, 5 Februari 2011
                                                                                                               Penyusun


Muhammad Nur Fadhli



BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya perbedaan tolok ukuran yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berpikir, ideology, lingkungan hidup, dll. Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk sehingga dapat dilatarbelakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.
Pernyataan – pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat dijadikan rumusan masalah sehingga kita dapat  menilai sesuatu itu baik atau buruk dengan suatu indikator yang pasti. Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut pandangan Islam.
B.Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian baik dan buruk ?
2. Apakah ukuran baik dan buruk dalam ilmu akhlak?
3. Apa sajakah aliran baik dan buruk?
C.Tujuan Penulisan
1.Memenuhi tugas mata kuliah akhlak
2.Menjawab rumusan masalah
3.Salah satu sarana menambah wawasan bagi mahasiswa
D.Metode Penulisan
Menggunakan metode kepustakaan dengan cara mengkaji buku-buku yang relevan.
BAB 2 PEMBAHASAN
A,Pengertian Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr (dalam bahasa Arab) yang artinya “ yang baik”, good; best (dalam bahasa Inggris) good = that which is morally right or acceptable sedangkan kebalikan Kata baik adalah buruk, kata buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh dalam bahasa Arab dan evil ;bad dalam bahasa Inggris . Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya.Bila dihubungkan dengan akhlak, yang dimaksud dengan baik  menurut Burhanudin Salam adalah adanya keselarasan antara prilaku manusia dan alam manusia tersebut . Sementara itu, Ahmad Amin menyatakan bahwa perilaku manusia dianggap baik atau buruk bergantung pada tujuan yang dicanangkan oleh pelaku.
Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu definisi, sebab definisi pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang dihasilkan, sementara definisi kedua lebih menitik beratkan pada tujuan terwujudnya perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku, seseorang akan cenderung berani melakukan tindakan yang tidak selaras dengan alam dengan dalih bertujuan baik, juga adanya kesulitan mengukur kebenaran tujuan pelaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali dapat dirumuskan bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras dengan alam manusia.
B.Ukuran Baik dan Buruk
Ukuran baik dan buruk yang dikenal dalam ilmu akhlak antara lain :
1. Nurani
Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat buruk. Jiwanya akan merasa bahagia jika telah berbuat baik dan merasa tersiksa jika telah berbuat buruk. Kekuatan ini disebut nurani. Masing – masing individu memiliki kekuatan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi tentang sesuatu yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.

2. Rasio

Rasio merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, yang membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk. Dengan akalnya manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian rasio manusia akan terus berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman – pengalaman yang mereka miliki.

3. Adat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu menjadi salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku. Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya ataupun kelompoknya akan menjadi problem dalam berinteraksi. Masing – masing kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan – batasan tersendiri tentang hal – hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan kebiasaan–kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan mereka.
4. Pandangan Individu

Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota kelompok atau masyarakat yang secara individual memiliki pandangan atau pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang di kelompoknya. Masing–masing individu memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran tersendiri meski harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya. Masing–masing individu memiliki hak untuk menentukan mana yang dianggapnya baik untuk dilakukan dan mana yang dianggapnya buruk. Tidak mustahil apa yang semula dianggap buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat seseorang yang berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk adalah baik.

5. Norma Agama
Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk menurut norma agama lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan ukuran baik dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat, dan pandangan individu. Keempat ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu. Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, karena norma agama merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Suci. Disamping itu, ajaran Tuhan lebih bersifat universal, lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun kelompok.
C.Aliran-Aliran tentang Baik dan Buruk
Membicarakan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka penentuan dan karakternya baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur melalui fitrah manusia.
Dan dapat disimpulkan bahwa diantara aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk diantaranya :
1.      Aliran Hedonisme

Dalam filsafat Yunani Kuno ditemukan bahwa Hedonisme sudah muncul sekitar 433-355SM oleh Aristippos dari Kyrene, salah seorang murid Socrates. Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Maka apabila terjadi keraguan dalam memilih sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya dan sesuatu itu baik apabila diri seseorang yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan .

Ada golongan dan filsuf yang menyuarakan tentang aliran ini, diantaranya adalah:

a. Epicurus
Adalah seorang pemimpin sekolah filsafat di Athena. Sebagai seorang Aristopus ia memiliki pandangan yang luas tentang baik dan buruk.
Berpendapat bahwa kebahagiaan, kelezatan ialah tujuan manusia, tidak ada kekuatan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Kelezatan akal dan rohani itu lebih penting dari kelezatan badan. Epicurus pun berpendapat bahwa sebaik-baik kelezatan yang dikehendaki ialah kelezatan “ketenteraman akal”.

b. Golongan Epicurus
Berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak diukur dengan kelezatan dan kepedihan yang terbatas waktunya saja, tetapi wajib bagi tiap-tiap manusia melihat ke semua hidupnya.
Epicurus menyebutkan 3 macam kelezatan :
1. Kelezatan yang wajar dan diperlukan contoh makanan, minuman
2. Kelezatan yang wajar tetapi belum diperlukan sekali. Misal kelezatan makan yang enak lebih dari pada yang biasa
3. Kelezatan yang tidak wajar dan tidak diperlukan. Misal kemegahan harta benda.
Aliran hedonisme dibagi 2 :
1. Egoistic Hedonisme
Dinyatakan bahwa ukuran kebaikan adalah kelezatan diri pribadi orang yang berbuat. Karena dalam aliran ini mengharuskan kepada pengikutnya agar menyerahkan segala perbuatan untuk menghasilkan kelezatan yang sebesar-besarnya.
2. Universalistic Hedonisme atau Utilitarianisme
Menyatakan bahwa aliran ini mengharuskan agar manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia dan bahkan pada sekalian makhluk yang berperasaan.

2.       Aliran Adat Istiadat ( Sosialisme )

Menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Di dalam masyarakat kita jumpai adat istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian, makan, minum, bercakap-cakap dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara-cara yang demikian itulah yang dianggap orang yang baik, dan orang yang menyalahinya adalah orang yang buruk.
Setiap bangsa memiliki adat istiadat tertentu. Apabila seorang dari mereka menyalahi adat istiadat itu, sangat dicela dan dianggap keluar dari golongan bangsanya. Keberadaan paham adat istiadat ini menunjukkan eksistensi dan pesan moral dalam masyarakat.


3.       Intuitionisme ( Humanisme )

Paham intuition melihat bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk bukan karena akibat yang ditimbulkannya, melainkan dari keberadaan sesuatu itu sendiri. Jujur, adil, berani, dianggap baik dan kebalikannya dianggap buruk, bukan karena akibat yang ditimbulkan oleh sesuatu tersebut, melainkan karena memang sifat jujur, adil dan berani itu secara dhatiyyah baik.
Paham ini memiliki pendirian bahwa setiap manusia memiliki kekuatan batin untuk membedakan antara baik dan buruk, misalnya ketika seseorang mendengarkan suara musik, secara otomatis, tanpa berfikir panjang, ia dapat menilai bahwa suara musik tersebut baik atau jelek. Kekuatan tersebut disebut intuisi (laqanat). Oleh karena itu, paham ini disebut intuition (laqanat) perbedaan yang menonjol antara aliran intuition dan hedonisme terletak pada:
a. Sesuatu yang baik akan tetap baik dan tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Tidak bergantung pada tujuan yang akan dicapai, juga tidak bergantung pada akibat yang dihasilkan.
b. Sesuatu yang baik itu sesuatu yang pasti tidak membutuhkan alasan mengapa dianggap baik dan mengapa dianggap buruk.
c. Sesuatu yang tidak menerima keraguan, adalah mustahil sesuatu yang berlawanan, baik dan buruk, suatu ketika dianggap baik dan suatu ketika dianggap buruk.
Setiap orang memiliki suara hati yang dapat mengarahkannya untuk berbuat baik dan melaksanakan kewajibannya. Kelompok yang masuk dalam aliran intuition ini antara lain, kelompok filosof kuno yang dikenal dengan sebutan kaum Sofis. Mereka adalah pengikut Zeno seorang filosof Yunani 342-270SM. Mereka tidak menjadikan kenikmatan dan kekayaan sebagai keinginan terbesarnya, yang menjadi keinginan terbesarnya adalah hidup sebagai seorang yang bijaksana dalam kondisi apapun, susah maupun senang, fakir maupun kaya.

4.       Vitalisme

Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Paham ini pernah dipraktekkan pada penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, dictator dan tirani. Perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkan menjadi pegangan bagi masyarakat, mengingat orang yang bodoh dan lemah selalu mengharapkan pertolongan dan bantuannya.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.

5.       Religiosme

Menurut paham ini dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan feologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepadanya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap paling baik dalam praktek, namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidakumuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing – masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi. Kristen, dan Islam, misalnya masing – masing memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda.

6.       Evolusi

Mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Paham ini pertama muncul dibawah oleh seorang ahli pengetahuan bernama “LAMARK”. Dia berpendapat bahwa jenis binatang itu berubah satu sama lainnya. Pendapat ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat / diraba oleh indra, seperti akhlak dan moral.

7.      Aliran Tradisional


Tiap umat manusia mempunyai adat / tradisi dan peraturan tertentu yang dianggap baik untuk dilaksanakan. Karena itu, kapan dan dimanapun juga, dipengaruhi oleh adat kebiasaan atau tradisi bangsanya, karena lahir dalam lingkungan bangsanya.
Harus diakui, bahwa aliran ini banyak mengandung kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan, karena tidak umum. Dengan demikian, maka terjadilah bermacam-macam perbedaan adat / kebiasaan diantara bangsa-bangsa, tidak itu saja, bahkan perbedaan antar suku. Adapun sumber daripada adat kebiasaan antara lain :

1. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh nenek moyangnya
2. Perbuatan / peristiwa secara kebetulan, meskipun tidak berdasarkan kepada akal.
3. Anggapan baik dari nenek moyangnya terhadap sesuatu perbuatan yang akhirnya diwariskan secara turun temurun.
4. Perbuatan orang-orang terdahulu



8.      Baik Buruk Aliran Naturalisme

Yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut aliran ini adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah / naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada suatu tujuan tertentu. Dengan memenuhi panggilan nature setiap sesuatu akan dapat sampai kepada kesempurnaan. Karena akal pikiran itulah yang menjadi wasilah bagi manusia untuk mencapai tujuan kesempurnaan, maka manusia harus melakukan kewajibannya dengan berpedoman kepada akal.

9.       Baik Buruk Aliran Theologis

Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan/dilarang oleh-Nya. Dengan perkataan theologis saja nampaknya masih sama karena di dunia ini terdapat bermacam-macam agama yang mempunyai kitab suci sendiri-sendiri yang antara satu dengan yang lain tidak sama. Sebagai jalan keluar dari kesamaran itu ialah dengan mengkaitkan etika, theologis ini dengan jelas kepada agama, misal etika theologies menurut Kristen, etika theologies menurut Yahudi dan Theologis menurut Islam.

10.  Aliran Idealisme

Aliran ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang berkebangsaan Jerman. Menurut aliran ini kemauan merupakan factor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata. Oleh karena itu kemauan yang baik menjadi dasar pokok dalam etika Idealisme.

11.   Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam

Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT. Al Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits. Jika tidak memperhatikan Al Qur’an dan Al Hadits dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu pada yang baik dan adapula yang mengacu pada yang buruk. Misal Al hasanah dikemukakan oleh Al – Eqghib al Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Lawan dari al hasanah adalah al sayyiah. Yang termasuk al hasanah misal keuntungan kelapangan rezeki dan kemenangan. Misalnya kita jumpai pada ayat yang artinya: Ajaran manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Adapun kata Al birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas/memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Jika kata tersebut digunakan untuk sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.

BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Segala tindakan manusia dapat bernilai baik maupun buruk. Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan oleh perbedaan tolok ukur yang digunakan untuk menilai suatu perbuatan atau tindakan. Terdapat banyak aliran tentang baik dan buruk, masing-masing aliran berbeda dalam melakukan penilaian suatu perbuatan / tindakan.
Aliran-aliran tersebut antara lain aliran hedonisme, adat istiadat, utilitarianisme, intuition, vitalisme, religionisme, evolusi, tradisional, naturalisme, idealisme, dan theologies.
Sedangkan menurut ajaran islam perbuatan atau tindakan disebut baik apabila sesuai dengan Al-Quran dan Sunnahnya. Dan apabila bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnahnya sesuatu akan bernilai buruk.


Daftar Pustaka
Nata, Abiddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mustofa, Akhmad. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia
Shaltat, Mahmud. 1994. Aqidah Dan Syari’at Islam. Jakarta : Bumi Aksara                               Drs. Zahruddin AR, M. M. Si. Dan Hasanuddin sinaga, S.Ag., M. A.2004. Pengantar Studi Akhlak .Jakarta:PT Grafindo Persada                                                                                           Zain Yusuf,Muhammad. 1993.Akhlak Tasawuf. Semarang: AL-HUSNA

























EMPIRISME DAVID HUME


EMPIRISME DAVID HUME
MAKALAH INI DI BUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
FILSAFAT UMUM

logo

NAMA : MUHAMMAD NUR FADHLI
NIM : 10410088
2 – PAI – 5
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011



KATA PENGANTAR


Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT.Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah EMPIRISME DAVID HUME dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 12 April 2011
                                                                                    Penyusun


Muhammad Nur Fadhli
BAB 1 PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Filsafat pada zaman modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum agamawan di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun landasan pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes menawarkan sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan yang dikembangkan Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalIsme karena alur pikir yang dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal) manusia. Sebagai reaksi dari pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul para filosof yang berkembang kemudian yang bertolak belakang dengan Descartes yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman. Mereka inilah yang disebut sebagai kaum empirisme. Di antaranya yaitu John Locke, Thomas Hobbes, George Barkeley, dan David Hume.

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan pengalaman. Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.



B.RUMUSAN MASALAH
1. Perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme
2. Pengertian Empirisme
3. Ciri Pokok Empirisme
4. Empirismemenurut David Hume

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum
2. Menjawab rumusan masalah yang ada
3. Sebagai sarana menambah wawasan bagi mahasiswa


BAB 2 PEMBAHASAN
1. Perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme
            Rene Descrates mengembangkan teori pengetahuan yang berdasar pada pemikiran rasio (akal). Menurut dia sumber utama pengetahuan berasal dari rasio (akal),bukan dari sumber yang lain.Rasionalisme merupakan doktrin filsafat yang alur pikirnya bermuara pada rasio (akal) dalam memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangannya muncul para filosof yang menentang teori Rasionalisme. Teori yang muncul kemudian, bertolak belakang  dengan Rasionalisme. Teori pengetahuan ini lebih menekankan pada pengetahuan yang berdasarkan segi pengalaman.
Dari perbedaan secara global dapat kita kaji bahwa perbedaan Rasionalisme dengan Empirisme terletak pada teori pengetahuan itu berasal dari mana.

2. Pengertian empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.Istilah empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan pengalaman.Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah ketika dilahirkan.

3.Ciri Pokok Empirisme
Paham empirisme ini mempunyai ciri-ciri pokok. Di antara ciri-ciri pokok empirisme yaitu:
A. Teori tentang makna
Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad pertengahan, teori ini diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya “An Essay Concerning Human Understanding” yang dikeluarkan tatkala ia menentang ajaran ide bawaan (Innate Idea) kepada orang-orang rasional. Jiwa (Mind) itu tatkala dilahirkan keadaannya kosong laksana kertas putih yang belum ada tulisan di atasnya dan setiap ide yang diperolehnya mestinya datang melalui pengalaman, yang dimaksud di sini adalah pengalaman inderawi.
Hume mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya “Treatise of Human Nature (1793)” dengan cara membedakan antara ide dan kesan. Semua ide yang kita miliki itu datang dengan kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion dan emosi.

B. Teori pengetahuan
Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional.Empirisme menolak hal demikian karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran kebenaran yang diperoleh lewat observasi, jadi ia kebenaran a posteriori.

4.Empirisme menurut David Hume
Pada awalnya teori Empirisme dicetuskan oleh John Locke, Locke memandang bahwa setiap manusia dilahirkan bagaikan selembar kertas bersih.Pemikiran Locke ini diteruskan dan ditentang oleh David Hume.Hume merupakan puncak aliran empirisme[1].Hume mengusulkan kita agar kita kembali kepada pengalaman spontan menyangkut dunia[2].Hume tidak ingin kita terus-terusan dibelenggu oleh konsepsi tentang dunia.Kita sering membicarakan hal-hal yang berasal dari perenungan dan kehilangan kenyataannya dalam realitas.Kita telah terbiasandengan semua itu, dan tidak merasanperlu untuk menelitinya. Maka Hume menawarkan hal yang lain. Ia ingin tahu bagaimana seorang anak menjalani pengalamannya didunia, tanpa menambahkan sesuatu pada sesuatu yang dialaminya. Karena seorang anak belum menjadi budak harapan dan kebiasaan, jadi pikirannya sangat terbuka pada pengalaman.
Dalam hidup kita dewasa ini, kita sering mengharapkan sesuatu hal yang berbeda dari yang kita alami.Misalnya seringkali menyebut-nyebut kata malaikat yaitu sosok manusia dengan sayap.Dari manakah kata itu berasal?Hume menyatakan bahwa itu adalah gagasan yang rumit dan tidak bertanggung jawab.

A.    Prinsip Prioritas Kesan-Kesan ( the principle of the priority of impressions)
Hume mengajak kita untuk mengalami realitas memulai relasinya dengan realitas melalui persepsi.Persepsi adalah gambaran inderawi atas bentuk luar dari objek-objek.
Menurut hume manusia memiliki dua jenis persepsi, yaitu kesan (impressions) dan gagasan (ideas). Kesan dimaksudkan sebagai penginderaan langsung atas realitas lahiriah, dan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan. Contohnya apabila tangan kita terbakar kita akan mendapatkan kesan panas dengan segera. Dan setelah itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan panas, ingatan inilah yang disebut gagasan. Dengan kata lain kesanlah yang membuat kita mengenal realitas. Sedang gagasan adalah tiruan samar-samar dari kesan.
Hume mengemukakan bahwa kesan maupun gagasan dapat sederhana(tunggal) bisa juga rumit(majemuk)[3].Sebuah gagasan merupakan perpanjangan dari kesan. Misalnya gagasan tunggal berasal dari kesan tunggal. Misalnya gagasan mengenai api, berasal dari kesan indera terhadap api. Sedang gagasan majemuk berasal dari kumpulan kesan majemuk.
Selanjutnya dalam menyingkirkan istilah-istilah kosong, Hume mununjukkan suatu cara pembersih reduktif, artinya meneliti ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan, sejauh mana ide itu dapat di pertanggung jawabkan. Apakah ide kompleks itu dapat dikembalikan pada ide sederhana yang membentuknya[4].Jika suatu istilah tidak terbukti menyajikan ide yang dapat dianalisa menjadi ide sederhana, maka istilah tersebut tidak mempunyai arti.

B.     Kesan Sensasi dan Kesan Refleksi
Kita memiliki kesan dan gagasan, kesan-kesan itu dibagi Hume menjadi:
Kesan sensasi dan kesan refleksi.Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab musababnya[5]. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat adalah meja. Sedangkan kesan refleksi merupakan kesan hasil dari gagasan. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja dari besi): itu meja besi. (kita bisa menentukan itu meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena kita sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
C.     Ruang dan Waktu
Gagasan abstrak menurut Hume berasal dari gagasan particular yang digabung dalam suatu gagasan dengan arti yang bersifat umum.Gagasan mengenai waktu berasal dari urutan kesan terhadap suatu hal. Misalnya kita melihat buah mangga jatuh dari pohon: pada asalnya di dahan, di tengah-tengah, lalu ia berada di atas tanah. Pada saat itu kita melihat ada urutan kesan mengenai buah mangga : pada mulanya, dan kemudian ada di tanah.Pada saat itulah gagasan mengenai waktu terbentuk dalam imajinasi kita.
Gagasan mengenai ruang berkaitan dengan keluasan (ukuran).Ide ruang dihasilkan oleh indera penglihatan dan penyentuh. Ketika kamu melihat mangga jatuh ,dibawah pohon sana, kesan kamu mengatakan bahwa mangga itu ada disana. Lalu kamu menyentuhnya dan memastikan bahwa mangga itu benar-benar ada.Pada saat itulah imajinasi kita menemukan gagasan mengenai ada disana, itulah ruang.

Lewat semua teori di atas Hume menentang semua pemikiran dan gagasan yang tidak dapat dilacak kaitannya dengan persepsi indera.Dia ingin menghapuskan seluruh omong kosong tak bermakna yang telah lama mendominasi pemikiran metafisika[6].
Bagaimana cara yang digunakan Hume ?
1.      Jika kita menerima suatu gagasan. Kita harus memberikan pertanyaan pengujian.
a.       Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
b.      Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
c.       Gagasan itu berasal dari kesan apa?
2.      Hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada, maka iabisa dipercayai keberadaannya[7].

Bagaimanakah Hume menanggapi gagasan mengenai substansi, ego, dan teori hume mengenai kausalitas.
A.    Gagasan mengenai Substansi
Substansi adalah gagasan utama dari Aristoteles.Lawan substansi adalah aksidensi[8]. Relasi / hubungan substansi dan aksidensi adalah sebagai berikut :
Substansi merupakan sesuatu yang mendasari suatu hal, sedang aksidensi adalah suatu yang menampakkan diri.Aksidensi dapat berubah tanpa mengakibatkan perubahan substansi.Substansi dapat dikatakan sebagai suatu yang mendasari aksidensi. Atau dengan kata lain substansi adalah suatu yang tetap yang mendasari yang berubah-ubah.
Misalnya, meja adalah tetap meskipun terbuat dari kayu atau besi.Kayu dan besi adalah aksiden, sedang meja adalah substansi.
Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Berarti substansi merupakan gagasan majemuk.
Gagasan tersebut berdiri atas kesan apa?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Sesuatu yang tetap contohnya meja, sesuatu yang berubah-ubah contohnya kayu dan besi.Sesuatu yang tetap itu menurut Aristoteles bisa disimpulkan dari pengamatan kita terhadap sesuatu yang berubah-ubah. Artinya, gagasan tentang meja disimpulkan dari pengamatan kita terhadap: meja kayu dan meja besi. Walaupun terbuat dari bahan yang berbeda tetap dapat disebut meja.sesuatu yang tetap itu disebut substansi.
Dari uraian Aristotelaes itu, kit adapt simpulkan bahwa yang ditangkap indera sebenarnya adalah sesuatu yang berubah-ubah itu, sedangkan sesuatu yang tetap tidak pernah ditangkap oleh indera. Artinya kesan terhadap substansi tidak pernah ada.
Dengan demikian substansi tidak pernah ada.sibstansi merupakan gagasan yang tidak bertanggung jawab[9].
B.     Gagasan mengenai ego
Pembicaraan ego bias dimulai dari pernyataan Descartes “saya berpikir, maka saya ada”[10]. Menurut Descartes saya itulah yang dimaksud ego.Substansi yang tetap ada dalam tibuh manusia di mana pun dan kapan pun, ego dianggap sebagai penggerak sekuruh aktivitas manusia.Ego itu secara mutlak adalah saya yang berpikir.
Apakah ego gagasan particular atau majemuk ?
Saya tidak serta merta berpikir, kadang-kadang saya juga melihat,saya juga mendengar dan lain-lain. Dengan demikian saya adalah gagasan majemuk.
Ego berdiri atas kesan apa ?
Jika ego merupakan gagasan tunggal seperti yang dikatakan Descartes, semuanya tidak pernah kita rasakan.Kesimpulannya, ego yang digagas Descartes itu tidak terbukti dalam pengalaman.Hume mengatakan ego sejenis itu tidak pernah ada. Omong kosong!

C.Teori Hume Tentang Pengalaman dan Kausalitas (Sebab-Akibat)
Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecah menjadi dua kategori yakni kesan dan ide.Hume mengatakan bahwa istilah kesan (impression) menunjuk kepada semua persepsi kita yang lebih hidup ketika mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki.Kesan berbeda dari ide, bukan di dalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat, yang dengannya keduanya menyentuh kita. Di sisi lain, ide adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan, yang terakhir ini sering melibatkan kemampuan imajinasi kita yang memberi produk ide, yang mungkin kita memiliki kaitan langsung di dalam wilayah kesan. Meskipun demikian, semua ide dasarnya berasal dari kesan.
Hume menguraikan dan menjelaskan hubungan antara kesan dan ide dengan menyatakan bahwa keduanya dipandang dari segi simplisitas atau kompleksitasnya, dapat dibagi menjadi dua kategori.Sebuah kesan yang kompleks tersusun atas kesan-kesan yang simpel.Selain itu, setiap ide yang simple berasal dari kesan tunggal yang berhubungan secara langsung. Di sisi lain, sebuah ide kompleks tidak perlu berasal dari sebuah kesan kompleks. Sebaliknya, ide-ide kompleks dapat dikembangkan dari variasi kesan simpel atau kompleks, atau ide-ide kompleks itu dapat disusun dari ide-ide simple.Dalam penyelidikan Hume, ternyata banyak ide yang kompleks yang tidak memiliki kesan yang berhubungan dengan ide itu.Banyak pula kesan yang kompleks yang tidak direkam dalam ide kita.kita tidak dapat menggambarkan suatu kota yang belum pernah saya lihat. Akan tetapi saya pernah melihat kota Paris, namun kita harus mengatakan kita tidak sanggup membentuk ide tentang kota Paris yang lengkap dengan gedung-gedung, jalan dan lain-lain lengkap dengan ukuran masing-masing. Untuk mengetahui apakah sesuatu yang kita sangka pengetahuan adalah benar-benar pengetahuan, kita harus mengurai ide yang kompleks menjadi ide-ide yang sederhana dan kemudian menemukan kesan yang merupakan basis ide tersebut.Bila kita mengatakan kita melihat sebuah “apel”, kita menganalisis pengalaman kita.Ide kita adalah ada sebuah apel ditentukan oleh penglihatan kita pada warna merah, bentuk bulat, rasa apel, dan seterusnya.
Selanjutnya, Hume sangat tertarik pada relasi sebab dan akibat karena semua pertimbangan yang berkenaan dengan masalah fakta tampak didasarkan pada relasi sebab dan akibat.Dengan sarana relasi itu, kita dapat melampaui bukti dari memori dan indera kita. Hume menegaskan bahwa ketika kita berpikir tentang relasi sebab dan akibat antara dua hal atau lebih, maka biasanya kita memaksudkannya dengan arti bahwa yang satu, secara langsung atau tidak langsung bersebelahan dengan yang lain, dan bahwa yang satu, yang kita beri tanda sebagai sebab adalah dalam beberapa hal, secara temporer mendahului yang lain. Bagaimanapun, kondisi-kondisi ini tampak tidak mencukupi bagi munculnya sebuah relasi sebab dan akibat.Karena dapat dipahami bahwa X dapat bersebelahan dengan dan secara temporer sebelum Y tanpa menjadi sebab dari Y, maka diperlukan sesuatu yang lebih. Hume beranggapan bahwa kita menambahkan sebuah ide jika ada hubungan tetap (necessary connection) antara X dan Y di dalam situasi di mana X dikatakan sebab dari Y. Tanpa tambahan ide bahwa setiap peristiwa atau hal pasti memiliki suatu sebab yang menghasilkannya secara pasti, maka pemahaman biasa tentang relasi sebab dan akibat tidak akan muncul. Dengan demikian, jika suatu gejala tertentu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita cenderung kepada pikiran bahwa gejala yang satu disebabkan oleh gejala yang sebelumnya.Misalnya batu yang disinari matahari selalu panas.Kita menyimpulkan batu menjadi panas karena disinari matahari.Tetapi kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman.Pengalaman hanya memberikan urutan gejala-gejala, tetapi tidak memperlihatkan urutan sebab-akibat.
Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab-akibat. Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan terjadi seperti, api membuat api mendidih. Padahal dalam api tidak dapat diamati adanya daya aktif yang mendidihkan air. Jadi daya aktif yang disebut hukum kausalitas itu bukanlah yang dapat diamati, bukan hal yang dapat dilihat dengan mata sebagai benda yang berada dalam air yang direbus. Dengan demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu. Menurut Hume, pengalamanlah yang memberi informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai waktu dan tempat. Roti yang telah saya makan, kata Hume, mengenyangkan saya, artinya bahwa tubuh dengan bahan ini dan pada waktu itu memiliki rahasia kekuatan untuk mengenyangkan. Namun, roti tersebut belum tentu bisa menjadi jaminan yang pasti pada waktu yang akan datang karena roti itu unsurnya telah berubah karena tercemar dan kena polusi dan situasipun tidak sama lagi dengan makan roti yang pertama. Jadi, pengalaman adalah sumber informasi bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya kemungkinan belaka bukan kepastian.
BAB 3 KESIMPULAN
            David Hume adalah seorang skeptis, ia menolak segala keyakinan rasional. Baginya pengetahuan berasal dari pengalaman.Empirisme pada masa David Hume mengalami puncaknya.Sumbangan Hume bagi pertumbuhan filsafat adalah pandangannya mengenai gagasan tunggal dan gagasan majemuk.Menurut Hume gagasan tunggal tersusun atas kesan-kesan tunggal, sedangkan gagasan majemuk tersusun atas kesan-kesan majemuk. Selain itu dalam menerima suatu gagasan menurut Hume kita harus memberikan pertanyaan pengujian :
a.       Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
b.      Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
c.       Gagasan itu berasal dari kesan apa?
Selanjutnya hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada, maka ia bisa dipercayai keberadaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur,1984.
Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.
Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan paratokohnya.Rajawali Pers: Jakarta,1987.
Titus, Harold H., 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Russel,Bertrand.Sejarah Filsafat Barat.Pustaka Pelajar:Yogyakarta,2003.





           







           














[1] Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur,1984. Hal 81.
[2] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.hal 337
[3]Ibid.hal 338.
[4] Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan para tokohnya.Rajawali Pers: Jakarta,1987.hal 27.
[5]Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.Prenada Media:Jakarta,2003.hal 340.
[6]Ibid.hal 344.
[7]Ibid.hal 354.
[8]Ibid.hal 344.
[9] Ibid.hal 346-347.
[10]Ibid.hal 347.